AbuDarda menjadi juru bicara. Ia memperkenalkan dirinya dan juga Salman Al Farisi. Ia menceritakan mengenai Salman Al Farisi yang berasal dari Persia. Abu Darda juga menceritakan mengenai kedekatan Salman Al Farisi yang tak lain adalah sahabat Rasulullah SAW. Dan terakhir adalah maksudnya untuk mewakili sahabatnya itu untuk melamar. AbuDarda' masuk Islam dengan usaha oleh rakan karibnya yang juga seorang sahabat Nabi S.A.W dari golongan Ansar iaitu Abdullah ibn Rawahah. Setelah masuk Islam, beliau meninggalkan perniagaannya dan menumpukan ibadah kepada Allah S.W.T. Pernah menjadi teman serumah kepada salah seorang sahabat Nabi yang terkemuka iaitu Salman Al-Farisi . GX8Gudq. loading...Kisah cinta Salman Al Farisi adalah perasaan cinta karena iman, sehingga mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Foto ilustrasi/ist Mungkin kita sering mendengar ada teman atau sahabat menelikung cinta ? Atau kala harus menghadapi kenyataan pahit bahwa orang yang kita cintai justru memilih sahabat sendiri untuk dinikahi? Tak terbayang bagaimana perasaan tahukah muslimah? Ternyata kisah seperti itu sudah terjadi lebih dari tahun yang lalu. Kisah dari sahabat Rasulullah, Salman Al-Farisi, yang darinya kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah terpuji sebagai seorang mukmin tersebut termaktub dalam kitabShifat al-Shafwahkarya Ibnu al-Jauzi.Baca juga Inilah Pintu - pintu Surga untuk Perempuan Kisah itu dimulai saat Salman Al-Farisi, anak seorang bangsawan , bupati, di daerah kelahirannya, Persia . Ketika sudah memasuki usia yang cukup untuk menikah. Hati Salman kepincut perempuan Anshar. Yakni perempuan asli kelahiran Madinah. Di kalangan kaum Anshar , Salman sejatinya dianggap sebagai keluarga mereka. Demikian juga kaum Muhajirin . Pendatang dari Makkah ini juga menganggap Salman bagian dari kaum bagaimana pun, Madinah bukanlah tempat ia tumbuh dewasa. Ia berpikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi urusan pelik bagi seorang pendatang seperti dirinya. Maka, disampaikanlah gejolak hati itu kepada sahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.Baca juga Hakikatnya untuk Diri Sendiri, Maka Berikan Sedekah dengan Harta Terbaik Abu Darda pun sangat senang mendengar kabar dan niat baik sahabatnya itu. “Subhanallah, Walhamdulillah,”ujar Abu Darda mengungkapkan kegembiraannya. Dan ketika itu pula, Salman Al Farisi bermaksud melamar gadis pujaan hatinya itu. Dia mengajak sahabatnya, Abu Darda, untuk menemaninya. Abu Darda merasa tersanjung dengan ajakan Salman itu. Ia pun memeluk Salman Al Farisi dan bersedia segala sesuatunya dianggap beres, keduanya pun mendatangi rumah sang gadis. Selama perjalanan, mereka tampak gembira. Setiba di tujuan, keduanya diterima dengan tangan terbuka oleh kedua orang tua wanita Anshar tersebut.Baca juga Mihnah, Pelengkap Busana Muslimah yang Penting Diketahui Abu Darda menjadi juru bicara. Ia memperkenalkan dirinya dan juga Salman Al Farisi. Ia menceritakan mengenai Salman Al Farisi yang berasal dari Persia. Abu Darda juga menceritakan mengenai kedekatan Salman Al Farisi yang tak lain adalah sahabat Rasulullah SAW. Dan terakhir adalah maksudnya untuk mewakili sahabatnya itu untuk maksud mereka melamar putrinya, membuat tuan rumah merasa sangat terhormat. Mereka senang akan kedatangan dua orang sahabat Rasulullah. Hanya saja, sang ayah tidak serta merta menerima lamaran itu. Sebagaimana diajarkan Rasulullah, sang ayah harus bertanya dulu bagaimana pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut. Karena jawaban itu adalah hak dari putrinya secara penuh.Baca juga Babak Baru UU Cipta Kerja, 40 Aturan Turunan Dikejar Demi Diterima Buruh Sang ayah pun lalu memberikan isyarat kepada istri dan juga putrinya yang berada di balik hijabnya. Ternyata sang putri telah mendengar percakapan sang ayah dengan Abu Darda. Gadis ini juga telah memberikan pendapatnya mengenai pria yang jantung Salman Al Farisi saat menunggu jawaban dari balik tambatan hatinya. Abu Darda pun menatap gelisah pada wajah ayah si gadis. Dan tak begitu lama semua menjadi jelas ketika terdengar suara lemah lembut keibuan sang bunda yang mewakili putrinya untuk menjawab pinangan Salman Al Farisi.Baca juga Waspadai Pancaroba, Dosen Ini Ingatkan Pentingnya Jaga Imunitas Tubuh “Mohon maaf kami perlu berterus terang,” kalimat itu membuat Salman Al Farisi dan Abu Darda berdebar tak sabar. Perasaan tegang dan gelisah pun menyeruak dalam diri mereka berdua.“Karena kalian berdua yang datang dan mengharap ridha Allah, saya ingin menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda juga memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi,” katanya.Baca juga Aksi Gerakan Saling Berbagi Digelar di Depok, Warga Ikutan Taruh Bahan Pangan Keterusterangan yang di luar prediksi. Mengejutkan bahwa sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya. Hal Ironis sekaligus indah. Bayangkan sebuah perasaan campur aduk di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Kisah ini menceritakan tentang kegigihan seorang sahabat Nabi yang bernama Salman Al-Farisi, dimana banyak pelajaran yang mampu kita petik, kisah ini berawal Salman menceritakan kisahnya kepada sahabat Nabi yang bernama Ibnu Abbas, yang kemudian diceritakan kepada sahabat lainnya, Ibnu Abbas berkata Salman berkata, “Aku seorang dari bangsa Persia yang berasal dari Isfahaan dari sebuah desa yang dikenal dengan nama Jayyun. Ayahku adalah kepala desa. Baginya, aku adalah mahluk Allah yang paling dicintainya. Cintanya kepadaku sampai pada batas dimana dia mempercayaiku untuk mengawasi api yang dia nyalakan. Dia tidak akan membiarkannya mati.” Dalam kisah ini salman menunjukkan sikap yang baik terhadap orang tuanya, dan beliau juga menyebutkan nama Tuhan yang benar yaitu Allah, nama Allah memang dari dulu sudah disebutkan dari lisan para Nabi dan Rasul, mengingatkan jumlah mereka yang pastinya mempengaruhi banyak wilayah tentang penyebutan nama Allah, contoh saja orang Ibrani menyebutnya dengan Elloh/Allah, Nabi Isa menyebut dengan nama Elah, lalu dilanjutkan kisah salman. “Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orang-orang itu di gereja dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan.“Ketika saya melihat mereka, saya menyukai shalat mereka dan menjadi tertarik terhadapnya yakni agama. Saya berkata kepada diriku, Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami’’. Dari sini kita memahami bahwa salman memiliki sifat tidak taklid buta, beliau lebih mengutamakan kebenaran serta berfikiran terbuka. “Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku, “Saya bertanya yakni kepada orang-orang di gereja, Darimana asal agama ini? Mereka menjawab Dari Syam. Kemudian saya kembali kepada Ayahku yang sedang khawatir dan mengirim seseorang untuk mencariku. Ketika saya tiba dia bertanya. “Wahai anakku! Dari mana engkau? Bukankah aku mempercayakanmu untuk sebuah tugas?” Saya berkata, “Wahai ayah, saya melewati orang-orang yang sedang shalat dalam gereja mereka dan saya menyukai agama mereka. Saya tinggal bersama mereka sampai matahari terbenam.’’ Salman merenungkan tentang agama dari syam sekarang Syiria, yordania, palestina dan lebanon yang baru saja beliau lihat, mereka orang Nasrani sedang shalat menghadap baitul maqdis, dalam denominasi kristen memang ada yang masih shalat yaitu kristen orthodox, mereka menyebutnya shelota, hanya saja berbeda waktu dengan islam, mereka shalat 7 waktu, dan masih juga orang kristen yang masih menyembah Allah, yaitu ebionite dan penerus sekte Arianisme, hal inilah yang membuat salman tertarik dengan agama Nasrani, sikap seperti ini yang harus dimiliki setiap muslim, yaitu selalu berfikir kritis serta terbuka walaupun memiliki sanak keluarga yang memiliki background yang sama. “Ayahku berkata, Wahai anakku! Tidak ada kebaikan pada agama itu, agamamu dan agama ayahmu dan agama nenek moyangmu lebih baik.’’ Pada momen tersebut salman ditentang oleh bapaknya, disini kita diingatkan tentang taklid buta dalam perkara keimanan, Allah berfirman وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهٰذَا الْقُرْءَانِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ “Dan orang-orang yang kafir berkata, Janganlah kamu mendengarkan bacaan Al-Qur’an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya agar kamu dapat mengalahkan mereka.” QS. Fussilat 41 Ayat 26 بَلْ قَالُوٓا إِنَّا وَجَدْنَآ ءَابَآءَنَا عَلٰىٓ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلٰىٓ ءَاثٰرِهِمْ مُّهْتَدُونَ “Bahkan mereka berkata, Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka.” QS. Az-Zukhruf 43 Ayat 22 وَمَنْ كَفَرَ فَلَا يَحْزُنْكَ كُفْرُهُۥٓ ۚ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ فَنُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوٓا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ الصُّدُورِ “Dan barang siapa kafir maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu Muhammad. Hanya kepada Kami tempat kembali mereka, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” QS. Luqman 31 Ayat 23 مَّا سَمِعْنَا بِهٰذَا فِىٓ ءَابَآئِنَا الْأَوَّلِينَ “Belum pernah kami mendengar seruan yang seperti ini pada masa nenek moyang kami dahulu.” QS. Al-Mu’minun 23 Ayat 24 lalu dilanjutkan, “Saya berkata, Tidak, demi Allah, ini lebih baik dari agama kita, Salman berkata, “Dia mengancamku, merantai kedua kakiku dan memenjarakanku di rumahnya, Ia berkata, “Saya mengirimkan pesan kepada kaum Nasrani tersebut meminta mereka memberi kabar akan kedatangan para pedaganng Nasrani dari Syam. Rombongan pedagang tiba dan mereka mengabariku, maka kukatakan kepada orang-orang Nasrani tersebut untuk memberi tahu kapan rombongan pedagang itu menyelesaikan urusannya dan bergerak kembali ke negrinya. Lalu saya dikabari oleh mereka ketika orang-orang Syam telah menyelesaikan perdagangan mereka dan bersiap-siap untuk kembali ke negrinya, maka saya lepaskan rantai dari kakiku dan mengikuti rombongan itu sampai tiba di Syam.” Dalam Sirah Ibnu Hisyam disebutkan Salman berkata, “Ketika para pedagang Nasrani hendak kembali ke negerinya, orang-orang Nasrani memberiku informasi tentang mereka. Kemudian aku buang rantai dari kakiku dan pergi bersama mereka hingga tiba di Syam. Setelah tiba di Syam, aku bertanya, Siapakah pemeluk agama ini yang paling banyak ilmunya?’ Mereka menjawab, Uskup di gereja.’ Kemudian aku datang kepada uskup tersebut dan berkata kepadanya, Aku amat tertarik kapada agama ini. Jadi aku ingin sekali bisa bersamamu, dan melayanimu di gerejamu agar bisa belajar darimu dan shalat bersamamu.’ Uskup berkata, Masuklah!’ Aku pun masuk kepadanya, namun uskup tersebut orang jahat. la suruh pengikutnya bersedekah. Tapi ketika mereka telah mengumpulkannya, ia simpan untuk dirinya dan tidak memberikannya kepada orang-orang miskin, hingga ia berhasil mengumpulkan tujuh tempayan penuh berisi emas dan perak. Aku sangat marah kepadanya atas tindakannya tersebut. Tidak lama kemudian uskup tersebut meninggal dunia. Orang-orang Nasrani berkumpul untuk menguburnya, namun aku katakan kepada mereka, Sungguh, orang ini jahat. Ia suruh kalian bersedekah, namun jika kalian memberikan sedekah kepadanya, ia menyimpannya untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya sepeser pun kepada orang-orang miskin.’ Mereka berkata, Dari mana engkau mengetahui hal ini?’ Aku katakan kepada mereka, Mari aku tunjukkan tempat penyimpanannya kepada kalian.’ Mereka berkata, Tunjukkan kepada kami tempat penyimpanannya!’ Aku tunjukkan tempat penyimpanan uskup tersebut kepada mereka, kemudian mereka mengeluarkan tujuh tempayan yang penuh dengan emas dan perak. Ketika mereka melihat ketujuh tempayan tersebut, mereka berkata, Demi Allah, kita tidak akan mengubur mayat uskup ini.’ Mereka menyalib uskup tersebut dan melemparinya dengan batu. Setelah itu, mereka menunjuk orang lain untuk menjadi uskup pengganti.” Salman Bersama Pendeta Yang Shalih Pada momen ini mereka seketika mengganti pendeta mereka yang lebih baik, Salman berkata, “Mereka menggati pendeta mereka. Demi Allah saya tidak pernah melihat seseorang yang shalat lima waktu lebih baik darinya; tidak juga seseorang yang lebih zuhud dari kehidupan dunia ini dan sangat condong kepada akhirat, tidak juga seseorang yang lebih bersungguh-sungguh bekerja siang dan malam dibanding dengannya. Saya mencintainya lebih daripada orang lain yang saya cintai sebelumnya.” “Saya tinggal bersamanya selama beberapa waktu sebelum dia meninggal. Ketika ajalnya hampir tiba saya berkata kepadanya, “Wahai fulan, saya tinggal bersamamu dan mencintaimu lebih dari apapun yang saya cintai sebelumnya. Kini takdir Allah yakni kematian telah tiba, apa yang engkau wasiatkan kepadaku agar kupegang, dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?”. “Sang pendeta berkata, Demi Allah, orang-orang telah merugi; mereka telah merubah dan mengganti agama apa yang mereka berada di atasnya. Saya tidak mengetahui seorang pun yang masih berpegang kepada agama yang saya berada di atasnya kecuali seorang laki-laki di Musil, maka bergabunglah dengannya.’ dan dia memberikan Salman nama orang tersebut.” Salman Bersama Uskup Al-Maushil Salman berkata, “Ketika uskup tersebut meninggal dunia dan dikubur, aku pergi kepada uskup Al-Maushil. Ketika tiba di sana, aku katakan kepadanya, Hai Fulan, sesungguhnya uskup Si Fulan telah berwasiat kepadaku ketika hendak meninggal dunia agar aku pergi kepadamu. la jelaskan kepadaku bahwa engkau seperti dia.’ Uskup tersebut berkata, Tinggallah bersamaku.’ Aku menetap bersamanya. Aku lihat ia orang yang sangat baik seperti cerita sahabatnya. Tidak lama kemudian uskup tersebut meninggal dunia. Menjelang meninggal dunia, aku berkata kepadanya, Hai Si Fulan, sesungguhnya uskup Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu dan sekarang keputusan Allah telah datang kepadamu seperti yang engkau lihat, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Uskup berkata, Anakku, demi Allah, aku tidak tahu ada orang yang seperti kita kecuali satu orang saja di Nashibin, yaitu Si Fulan. Pergilah kepadanya!”. Salman Pergi Kepada Uskup Nashibin Salman berkata, “Ketika uskup tersebut telah meninggal dunia dan dimakamkan, aku pergi kepada uskup Nashibin. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya dan apa yang diperintahkan dua sahabatku kepadanya. Ia berkata, Tinggallah bersamaku.’ Aku tinggal bersamanya, dan aku dapati dia seperti dua sahabatnya yang telah meninggal dunia. Aku tinggal bersama orang terbaik. Demi Allah, tidak lama kemudian ajal menjemputnya. Menjelang kematiannya, aku berkata kepadanya, Hai Si Fulan, sungguh Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Uskup tersebut berkata, Anakku, demi Allah, aku tidak tahu ada orang yang seperti kita dan aku perintahkan engkau pergi kepadanya kecuali satu orang di Ammuriyah wilayah Romawi. la sama seperti kita. Jika engkau mau, pergilah kepadanya, karena ia sama seperti kita!”. Salman Pergi Kepada Uskup Ammuriyah Dan Ia Berwasiat Agar Mengikuti Nabi Dan Menjelaskan Sifat Nabi Kepadanya Salman berkata, “Ketika uskup Nashibin telah meninggal dunia dan disemayamkan, aku pergi kepada uskup di Ammuriyah. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya. Ia berkata, Tinggallah bersamaku.’ Aku tinggal bersama orang terbaik sesuai dengan petunjuk sahabat-sahabatnya dan perintah mereka. Aku bekerja hingga aku mempunyai beberapa lembu dan kambing. Tidak lama kemudian, uskup tersebut juga meninggal dunia. Menjelang kematiannya, aku bertanya kepadanya, Hai Si Fulan, sungguh aku pernah tinggal bersama Si Fulan kemudian ia berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahkan kepadaku?’ Uskup berkata, Anakku, demi Allah, sungguh aku tidak tahu pada hari ini ada orang-orang yang seperti kita yang engkau bisa aku perintahkan pergi kepadanya, namun telah dekat datangnya seorang Nabi. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim Alaihissalam dan muncul di negeri Arab. Tempat hijrahnya adalah daerah di antara dua daerah yang berbatu dan di antara dua daerah tersebut terdapat kurma. Nabi tersebut mempunyai tanda-tanda yang tidak bisa disembunyikan; ia memakan hadiah dan tidak memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat cap kenabian. Jika engkau bisa pergi ke negeri tersebut, pergilah engkau ke sana!”. Saat Salman bertemu uskup amuriyah, uskup tersebut memberi pesan akan kadatangan Nabi, kami mengingat ada nubuwatan dalam taurat, Ulangan 1818 TB seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya. Ulangan 1819 TB Orang yang tidak mendengarkan segala firman-Ku yang akan diucapkan nabi itu demi nama-Ku, dari padanya akan Kutuntut pertanggungjawaban. Ulangan 1820 TB Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani untuk mengucapkan demi nama-Ku perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata demi nama allah lain, nabi itu harus mati. Yang dimaksud saudara-saudara mereka adalah saudara bani israel, yaitu bani Ismail yang nubuwatnya jelas tertulis dalam taurat, kami mengutip perkataan Dr Shaleh As-Shaleh, beliau berkata “Pendeta tersebut mengetahui bahwa keimanan Ibrahim adalah keimanan yang benar untuk diikuti. Dia tentunya telah membaca janji Allah untuk menjadikan Kaum Besar’ dari keturunan Ismail Genesis 2118, dan oleh karena itu dia mewasiatkan Salman untuk pergi dan bergabung dengan Nabi , yang berasal dari keturunan Ismail, yang berserah diri kepada Allah dan mengikuti millah Ibrahim. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ “Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” QS. Al-Baqarah 2 Ayat 129 Dr Shaleh As-Saleh melanjutkan Laki-laki tersebut mengetahui apa yang disebutkan dalam kitab mereka mengenai wahyu Tuhan Allah datang dari Timan bagian utara kota Madinah di negeri Arab, menurut kamus Injil J. Hasting, dan Ruhul Qudusi’ datang dari Faran. Ulangan 332 TB Berkatalah ia “TUHAN datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari Seir; Ia tampak bersinar dari pegunungan PARAN dan datang dari tengah-tengah puluhan ribu orang yang kudus; di sebelah kanan-Nya tampak kepada mereka api yang menyala. Kejadian 2121 TB Maka tinggallah ia di padang gurun PARAN, dan ibunya mengambil seorang isteri baginya dari tanah Mesir. pegunungan Faran adalah tempat dimana Nabi Ismail bertempat tinggal dan memiliki dua belas anak, salah satu diantaranya adalah Kedar, anak kedua Ismail .Dalam Isaiah 421-13, kekasih Tuhan’ dihubungkan dengan keturunan Kedar, nenek moyang Nabi Muhammad. Ketika Nabi Muhammad mendakwahi penduduk Makkah untuk berserah diri kepada Allah, sebagian besar mereka menolak, dan berencana untuk membunuh Nabi. Beliau bersama orang-orang yang masuk Islam diperintahkan oleh Allah untuk hijrah ke Madinah. Lalu perang terjadi di Badar antara “sedikit orang dengan persenjataan seadanya’ diwakili oleh Muhammad dan para pengikutnya, dan kaum kafir dari Makkah, setahun setelah Nabi hijrah. Nabi dan para sahabatnya memperoleh kemenangan Yesaya 21 13-17. Ucapan Allah Terhadap Arab dalam Taurat bahasa Arab وحي من جهة بلاد العرب Yesaya 2113 TB Ucapan ilahi terhadap Arabia. Di belukar di Arabia kamu akan bermalam, hai kafilah-kafilah orang Dedan! Yesaya 2114 TB Hai penduduk tanah Tema, keluarlah, bawalah air kepada orang yang haus, pergilah, sambutlah orang pelarian dengan roti! Yesaya 2115 TB Sebab mereka melarikan diri terhadap pedang, ya terhadap pedang yang terhunus, terhadap busur yang dilentur, dan terhadap kehebatan peperangan. Yesaya 2116 TB Sebab beginilah firman Tuhan kepadaku “Dalam setahun lagi, menurut masa kerja prajurit upahan, maka segala kemuliaan Kedar akan habis. Yesaya 2117 TB Dan dari pemanah-pemanah yang gagah perkasa dari bani Kedar, akan tinggal sejumlah kecil saja, sebab TUHAN, Allah Israel, telah mengatakannya.” Mantan Pendeta Benjamin kaldani berkata Bacalah nubuat-nubuat dari kitab Yesaya dan kitab Ulangan yang berbicara tentang sinar Tuhan dari Paran Jika Ismail menghuni padang gurun Paran, tempat ia melahirkan Kedar, yakni nenek moyang bangsa Arab; dan jika anak-anak Kedar harus memberikan sambutan pada altar ilahi untuk mengagungkan “rumah keagunganNya” dimana kegelapan akan menyelimuti bumi selama beberapa abad, dan kemudian negeri itu akan menerima terang dari Tuhan; dan jika semua keagungan Kedar akan runtuh dan jumlah para pemanah, orang-orang perkasa dari anak-anak Kedar akan lenyap dalam setahun setelah orang itu melarikan diri dari pedang yang di hunus dan busur yang dilentur-Yang kudus dari Pegunungan paran Habakuk 33 tak lain adalah Muhammad. Muhammad keturunan suci dari Ismail melalui Kedar, yang berdiam di padang gurun paran. Melalui dia, maka Tuhan bersinar di Paran, dan Mekkah adalah satu-satunya tempat dimana rumah Allah bait Allah dimuliakan dan domba-domba Kedar memberikan sambutan diatas altarnya. Muhammad dizalimi oleh kaumnya dan terpaksa meninggalkan Mekkah. Dia kehausan dan melarikan diri dari pedang yang dihunus dan busur yang dilentur, dan setahun dalam sejarah dituliskan Nabi hijrah juni 623, sedang akhir perang badar maret 624 yakni tahun ke 2 kemudian setelah Muhammad meninggalkan Mekkah, dalam perang Badar, dia berhasil mengalahkan penduduk Mekkah dan sejumlah bani Kedar yang gagah perkasa tewas dan semua kemuliaan Kedar tumbang dalam perang Badar, Dedan adalah nama kuno daerah sekitaran madinah, sekarang disebut Al-Ula, dalam Al-Quran Allah juga berfirman Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يٰبَنِىٓ إِسْرٰٓءِيلَ إِنِّى رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُّصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَىَّ مِنَ التَّوْرٰىةِ وَمُبَشِّرًۢا بِرَسُولٍ يَأْتِى مِنۢ بَعْدِى اسْمُهُۥٓ أَحْمَدُ ۖ فَلَمَّا جَآءَهُمْ بِالْبَيِّنٰتِ قَالُوا هٰذَا سِحْرٌ مُّبِينٌ “Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata, Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab yang turun sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad Muhammad. Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, Ini adalah sihir yang nyata.” QS. As-Saff 61 Ayat 6 Lalu Salman melanjutkan ceritanya Laki-laki itu meninggal dan Salman tinggal di Amuriyah. Suatu hari, “Beberapa pedagang dari Bani Kalb melewatiku,” Salman berkata, “Saya berkata kepada mereka, Bawalah saya ke negeri Arab dan Saya akan memberikan sapi-sapi dan kambing yang aku miliki.’” Mereka berkata, “Baiklah.” Salman memberikan kepada mereka apa yang dia tawarkan, dan mereka pun memebawa Salman ikut bersama mereka. Ketika mereka mendakati Wadi Al-Qura dekat dengan Madinah, mereka menjualnya sebagai budak kepada seorang Yahudi. Salman tinggal bersama Yahudi tersebut, dan dia melihat pohon-pohon kurma yang digambarkan oleh sahabatnya sebelumnya. “Saya berharap ini adalah tempat yang sama dengan yang digambarkan sahabatku.” Kata Salman. Suatu hari, seorang laki-laki yakni sepupu majikan Salman dari suku Yahudi Bani Quraidha di Madinah datang berkunjung. Dia membeli Salman dari majikan Yahudi-nya, “Dia membawaku ke Madinah. Demi Allah! Ketika saya melihatnya, saya tahu itulah tempat yang disebutkan oleh sahabatku.” “Kemudian Allah mengutus Rasul-Nya yakni Muhmammad . Dia tinggal di Makkah selama beberapa Saya tidak mendengar apapun tentangnya karena saya sangat sibuk dengan pekerjaan sebagai budak, dan kemudian beliau hijrah ke Madinah.” Lebih lanjut Salman berkata, “Suatu hari saya sedang berada di atas pohon kurma di puncak salah satu rumpun kurma melakukan beberapa pekerjaan untuk majikanku. Saudara sepupunya datang kepadanya dan berdiri di hadapannya majikan Salman sedang duduk dan berkata, Celaka Bani Qilah orang-orang dari suku Qilah, mereka berkumpul di Quba16 disekitar seorang laki-laki yang datang hari ini dari Makah mengatakan dirinya sebagai seorang Nabi!,“Saya bergetar hebat ketika mendengarnya hingga saya khawatir saya akan jatuh menimpa majikanku. Saya turun dan berkata, “Apa yang engkau katakan? Apa yang engkau katakan?” Majikanku menjadi marah dan memukulku dengan pukulan yang kuat seraya berkata, “Apa urusanmu mengenai ini? Pergi dan kerjakanlah pekerjaanmu!” Saya berkata, “Tidak, saya hanya ingin memastikan apa yang telah ia katakan”. Pada malam itu, saya pergi untuk menemui Rasulullah ketika beliau berada di Quba. Saya membawa serta apa yang saya simpan. Saya masuk dan berkata, Saya telah diberitahu bahwa engkau adalah seorang laki-laki yang shalih dan para sahabatmu adalah orang-orang asing yang membutuhkan. Saya ingin memberikan kepadamu sesuatu yang saya simpan sebagai sedekah. Saya melihat kalian berhak mendapatkannya lebih daripada orang yang lain.’’Salman berkata, “Saya menawarkan kepadanya; dia berkata kepada para sahabatnya, Makanlah,’ tetapi dia sendiri menjauhkan tangannya yakni tidak makan. Saya berkata kepada diriku sendiri, Inilah dia yakni salah satu tanda-tanda kenabiannya. Setelah pertemuannya dengan Nabi , Salman kembali untuk mempersiapkan ujian berikutnya! Kali ini dia membawa hadiah untuk Nabi di Madinah. “Saya melihat engkau tidak makan dari sedekah, karena itu ambillah hadiah ini yang dengannya saya ingin menghormati engkau.” Nabi makan darinya dan memerintahkan para sahabatnya untuk melakukannya, yang diikuti oleh mereka. Saya berkata kepada diriku, Sekarang ada dua yakni dua tanda kenabian.’’Pada pertemuan ketiga, Salman datang ke Baqi’ul Gharqad tempat pemakaman para sahabat Nabi dimana Nabi sedang menghadiri pemakanan salah seorang sahabatnya. Salman berkata, “Saya menyapanya dengan sapaan Islam Assalamu’alaikum’, dan kemudian berputar ke belakangnya hendak melihat stempel kenabian yang digambarkan kepadaku oleh sahabatku. Ketika beliau melihatku, beliau mengetahui bahwa saya sedang berusaha membuktikan sesuatu yang digambarkan kepadaku. Beliau melepaskan kain dari pnggungnya dan saya melihat stempel itu. Saya mengenalinya. Saya membungkuk dan menciumnya dan menangis. Rasulullah memerintahkanku untuk berbalik yakni berbicara kepadanya. Saya menceritakan kisahku sebagaimana yang saya kisahkan kepadamu, Ibnu Abbas ingat bahwa Salman sedang menceritakan kisahnya kepada Ibnu Abbas. Beliau sangat menykainya sehingga memintaku menceritakan seluruh kisahku kepada para sahabatnya.” Dia masih menjadi milik budak majikannya. Dia tidak ikut dua peperangan menghadapi kaum kafir Arab. Nabi berkata kepadanya, “Buatlah perjanjian dengan tuanmu untuk kebebasanmu, hai Salman.” Salam mematuhi dan membuat perjanjian dengan tuannya untuk kebebasannya. Dia mendapatkan persetujuan dengan majikannya dimana dia akan membayar majikannya 40 ukiyah emas dan berhasil menanam 300 pohon kurma yang baru. Nabi berkata kepada para sahabatnya, “Bantulah saudaramu.” Mereka membantunya dengan pohon kurma dan mengumpulkan baginya jumlah yang diminta. Nabi memerintahkan Salman untuk menggali lubang yang cukup untuk menanam bibit, dan beliau menananam setiap bibit dengan tangannya sendiri. Salman berkata. “Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak satupun pohon yang mati.” Salman memberikan pohon-pohon tersebut kepada majikannya. Nabi memberi Salman emas sebesar telur ayam dan berkata, “Bawalah ini, Wahai Salman, dan bayarlah utangmu.” Salman berkata “Berapa banyak ini dibandingkan dengan jumlah hutangku?” Nabi bersabda “Ambillah! Sesungguhnya Allah akan mencukupkan sejumlah hutanmgu.”17 Saya mengambilnya dan menimbang sebagiannya dan ia seberat 40 ukyah. Salman memberikan emas itu kepada tuannya. Dia telah memenuhi perjanjian dan dia dibebaskan. Begitu mengharukan kisah perjuangan Salman Al-Farisi untuk mencari kebenaran, dia berpindah-pindah dari negeri Iran, syam, maushil, uskup nashibin, wadhil qura hingga tiba di Madinah bertemu dengan dambaannya yaitu Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, padahal beliau seorang kaya tinggal di keluarga kaya, tetapi rela mencari kebenaran hingga menjadi budak, kisah ini tentunya wajib kita teladani sebagai generasi yang selalu mengutamakan kebenaran dan penghambaan yang total kepada Allah, sebagai penutu kami kutip riwayat dari abu huroiroh pada suatu hari Abu hurairah berkata “Kami sedang duduk bersama Rasulullah ketika Surat Al-Jumu’ah diturunkan. Beliau membacanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, وَءَاخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ “dan juga kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana,” QS. Al-Jumu’ah 62 Ayat 3 Seseorang diantara mereka berkata, Ya Rasulullah! Siapakah yang orang disebutkan dan belum bergabung dengan kita?’ Tetapi Rasulullah tidak menjawabnya sampai dia bertanya tiga kali. Salaman al-Farisi berada diantara kami. Rasulullah meletakkan tangannya pada Salman dan kemudian berkata, Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, meskipun jika iman dekat Ats-Tsurayya, laki-laki dari mereka yakni Salman tentu akan mendapatkannya.” Sunan at-Tirmdizi. Sumber The Search for the Truth by a Man Known as Salman the Persian, Dr. Saleh as-Saleh Siroh Ibnu Hisyam Muhammad in the bible, Benjamin kaldani - Ada banyak kisah mengenai orang-orang Majusi atau agama Zoroaster —para penyembah api— dalam sejarah Islam. Salah satu kisahnya adalah tentang Mabah bin Budzkhasyan bin Mousilan bin Bahbudzan bin Fairuz bin Sahrk Al-Isfahani. Nama yang panjang dan gelar “Al-Isfahani” di belakang adalah laqob yang menjelaskan bahwa pria ini berasal dari daerah bernama Isfahan, wilayah Persia tentang nama Laqob, baca Abu Hurairah dan Laqob Santri.Dari riwayat Abdullah bin Abbas, dikisahkan bahwa Mabah kecil merupakan penyembah api karena memang lahir dari keluarga Majusi. Ayahnya merupakan pemimpin di daerah tempatnya tinggal. Mabah adalah penganut kitab Zend Avesta yang taat. Bahkan ia mendapat jabatan mumpuni sebagai penjaga kuil di masa remajanya. Merujuk narasi yang dikisahkan ulang oleh Hadji Agus Salim dalam makalah “Salman Al-Farisi dan Kesaksian Nabi Muhammad” Pesan-Pesan Islam Rangkaian Kuliah Musim Semi 1953 di Cornell University, Bandung, 2011, tugas Mabah sebagai penjaga kuil tidak terlalu sulit. Ia hanya harus menjaga agar api di dalam kuil terus menyala. Namun, tugas ini juga membuatnya tidak bisa kemana-mana. Suatu saat sang ayah meminta Mabah untuk membantunya di kebun. Dalam perjalanan menuju kebun Mabah melewati sebuah gereja, diam-diam Mabah mendengarkan doa-doa dalam gereja yang dilewati. Dari sana, Mabah merasakan ketertarikan yang kuat. Begitu sampai rumah, Mabah menceritakan apa yang ia saksikan dalam perjalanan ke kebun. Mabah pun mengatakan kepada ayahnya bahwa ia tertarik dengan agama tersebut. Mendengarnya tentu saja ayah Mabah marah luar biasa dan mengurungnya di rumah. Pada waktu-waktu tertentu, penganut Nasrani di Isfahan punya ritual akan berangkat menuju ke Negeri Syam. Mabah yang mengetahuinya berontak. Dengan segala ia mencoba kabur dari rumah agar bisa ikut serta dalam rombongan. Dan ia berhasil. Sejak itulah Mabah mendaku diri sebagai seorang Nasrani. Mabah kemudian mempelajari dan menjadi seorang Nasrani yang taat. Berguru pada seorang pendeta Nasrani. Di tengah-tengah pembelajarannya, Mabah mendapat kabar dari gurunya bahwa di daerah yang tumbuh subur pohon Kurma di Jazirah Arab terdapat seorang nabi yang menyerukan agama baru. Begitu mendengar kabar itu, Salman pun berangkat. Di tengah perjalanan Mabah malah ditipu oleh rombongannya dan dijual sebagai budak. Mabah akhirnya jatuh ke tangan seorang Yahudi. Dari sanalah akhirnya ia malah menuju Madinah dan bertemu langsung dengan Nabi cerita, Mabah kemudian dibebaskan status budaknya oleh Nabi dengan harga 300 tunas pohon kurma dan beberapa dirham emas. Di saat yang bersamaan, Mabah mendapatkan nama baru. Abu Abdullah adalah nama yang dikenal oleh saudara-saudara barunya dan Salman Al-Farisi adalah nama yang kemudian lebih dikenal dalam sejarah Islam. Peristiwa itu terjadi antara periode setelah Perang Uhud 625 Masehi dan sebelum Perang Khandak 627 Masehi. As-Sirah an-Nabawiyyah fi Dhau’i al-Mashadir al-Ashliyyah Dirasah Tahliyyah, terj., 2005 376 Arti Penting Kekalahan dalam Perang Uhud Perang Badar dan Kemenangan Besar di Bulan Ramadan Menegur Ibadah Abu Darda’ Saat kedatangan Nabi Muhammad di Madinah, untuk mempererat persaudaraan antara kaum Muhajirin kelompok pendatang dan kaum Anshor penduduk asli Madinah, Nabi memiliki kebijakan untuk mempersaudarakan al-ikha’ setiap orang. Salman Al-Farisi dengan nama barunya ini pun tidak luput dari kebijakan tersebut. Di Madinah, Salman diikat persaudaraan dengan Abu Darda’, seorang penduduk asli yang sangat rajin beribadah. Bahkan dalam riwayat Imam al-Bukhari Hadist no. 1867 dari riwayat Juhaifah RA disebutkan bahwa ibadah Abu Darda’ masuk pada kategori ekstrem. Padahal, pemahaman dan perilaku agama yang ekstrem tidak dianjurkan. Nabi Muhammad pernah menegur sahabat Mu’adz bin Jabal ketika menjadi imam salat karena berlama-lama dengan bacaan surat yang begitu panjang. Hal yang menunjukkan bahwa pada tataran kecil saja, Nabi Muhammad begitu memerhatikan aspek keseharian para umatnya. Baca Kisah Unik di Balik Peninggalan Nabi Muhammad Hal yang sama terjadi dengan Abu Darda’, sahabat yang terlalu giat dalam ibadah. Salman baru mengetahui hal itu saat mengunjungi kediaman Abu Darda’. Salman heran melihat kelakuan dan penampilan Ummu Darda’, istri Abu Darda’, yang murung dengan pakaian kumal tidak terawat. Salman pun bertanya kepada Ummu Darda’. “Apa yang terjadi padamu?” “Lihatlah itu saudaramu,” kata Ummu Darda’, “dia tidak lagi membutuhkan dunia. Lalu untuk apa aku perlu memperhatikan diriku di hadapannya?” Abu Darda’ adalah salah satu sahabat Nabi yang selalu berpuasa setiap hari, salat sepanjang malam, sampai keluarganya tidak pernah diperhatikan. Melihat perilaku istri Abu Darda’, Salman berkesimpulan Abu Darda’ tidak peduli dengan keluarganya sendiri dan lebih memilih untuk selalu beribadah. Tak berselang lama Abu Darda’ datang membawa makanan dan mempersilakan saudaranya ini makan. “Makanlah, aku sedang berpuasa,” kata Abu Darda’ sedikit acuh. Mendengar itu, Salman sedikit terkejut. Jika Abu Darda’ selalu berpuasa, bagaimana ia memenuhi kebutuhan lahir-batin istrinya? Akhirnya Salman pun melemparkan sedikit ancaman. “Aku tidak akan makan kecuali kamu ikut makan,” kata Salman. Karena tidak enak dengan kunjungan saudaranya, Abu Darda’ akhirnya makan dan memilih membatalkan puasanya. Hal ini terus berlangsung setiap kali Salman mengunjungi kediaman Abu Darda’. Bahkan pada suatu malam, Abu Darda’ dengan entengnya meninggalkan pertemuan dengan Salman di rumahnya. Ia beranjak sembari mengenakan pakaian untuk salat sunah. Salman yang heran melihat kelakuan saudaranya itu pun menegur. “Tidurlah Abu Darda’,” kata Salman melihat bahwa ia lebih rela ditinggal tidur daripada ditinggal salat sunah. Tentu saja teguran ini didasari setelah memerhatikan bahwa Abu Darda’ sebenarnya sudah sangat letih. Abu Darda’ pun tidur. Karena takut bahwa saudaranya akan bangun lagi dan akan melaksanakan salat lagi, Salman memilih tidak pulang. Benar saja, tidak berselang lama Abu Darda’ terbangun dan ingin melakukan salat lagi. Baru akan bangun dari tempat tidurnya, Salman langsung menegur kembali, “Tidurlah.” Abu Darda’ lalu tidur kembali. Ketika sudah sepertiga malam, Salman yang semalaman menunggu tidur Abu Darda’ pun membangunkannya. “Nah, sekarang bangunlah,” kata Salman sambil mengajak salat bersama. Ketika salat malam selesai, Salman pun menegur saudaranya ini. “Sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atasmu yang harus kau tunaikan, dirimu punya hak atasmu yang harus kau tunaikan, dan keluargamu punya hak atasmu yang harus kautunaikan,” kata Salman. “Tunaikanlah hak-hak tersebut kepada setiap pemiliknya,” kata Salman mengakhiri pembicaraan malam itu dan dibenarkan Nabi Muhammad beberapa hari kemudian. Hal yang menunjukkan bahwa ibadah yang melebihi batas merupakan tindakan yang tidak diperkenankan. Karena saat menegur Mu’adz, sahabat yang suka berlama-lama dalam salat seperti kisah sebelumnya, Nabi pernah berpesan. “Permudahlah dan jangan mempersulit, kabarkanlah kegembiraan dan jangan memberitakan ancaman, bersepahamlah dan jangan berselisih.” - Humaniora Reporter Ahmad KhadafiPenulis Ahmad KhadafiEditor Zen RS